Kamis, 26 September 2013

TUGAS 1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI


Nama    : Tiara Emalia
Kelas     : 4 EB18
NPM      : 26210884
ETIKA PROFESI AKUNTANSI

1. Apa yang dimaksud dengan etika ? 
Jawab : Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia . Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat akan terlihat baik dan buruknya. Etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Etika diartikan ”sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan”
Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik dan buruk sikap tindakan manusia. Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak.
Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai :YUNANI áEthos, kebiasaan atau tingkah laku, INGGRIS á Ethis, tingkah laku / perilaku manusia yang baik tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Sedangkan dalam koteks lain secara luas dinyatakan bahwa : ETIK adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadapkenyataan yang sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep yang membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka.


2. Bagaimanakah tahap perkembangan moral ,karakteristik individu dan variable structural mempengaruhi keputusan manajer untuk berperilaku etis dan tidak etis ?
Jawab :
Tahap-tahap Moral
Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap I – Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2 – Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.

Pada tingkat konvensional kita menemukan:

Tahap 3 – Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4 – Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.

Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:

Tahap 5 – Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesedaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinanperubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6 – Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.

Sumber : http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=718

Saat kita menjalani hidup sehari-hari, kita diarahkan oleh banyak pengaruh. Sebagai warga masyarakat yang berkesadaran social, kita ingin melakukan apa yang benar secara moral, etis dan menurut hukum. Kata ethics berasal dari bahasa yunani ethos, yang berarti karakter. Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai-nilai yang menegaskan benar atau salah bagi seseorang atau suatu kelompok. Semua individu termasuk manajer harus bertanggung jawab pada masyarakat atas perilaku mereka. Untuk itu perilaku yang etis dapat didefinisikan sebagai perilaku yang memenuhi prinsip-prinsip yang benar dan salah yang telah diterima oleh masyarakat.
Terdapat beberapa sumber potensial yang dapat menimbulkan dilemma dalam masalah etika bagi  seorang manajer, antara lain :
1.  Diskriminasi, dimana manajer menolak promosi seseorang atau lamaran kerja calon karyawan dikarenakan ras, agama, jenis kelamin, umur, dan kriteria-kriteria lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
2.    Pelecehan seksual
3.  Konflik kepentingan, misalnya jika manajer meminta suatu imbalan untuk pengambilan keputusan yang dapat menguntungkan si pemberi imbalan.
4.   Menyalahgunakan kepercayaan konsumen, misalnya manajer memiliki informasi tertentu tentang konsumen dan membaginya dengan orang lain.
5.    Manajer menggunakan fasilitas kantor untuk kepantingan pribadi
      Variabel-variabel structural
Desain struktural sebuah organisasi menolong membentuk perilaku moral manajer-manajernya.              Struktur-struktur tertentu memberikan bimbingan kuat, sementara struktur-struktur lain hanya menciptakan ketidakjelasan bagi para manajer. Desain-desain struktural yang meminimalkan ketidakjelasan dan terus-menerus mengingatkan para manajer tentang apa yang “etis” lebih cenderung mendorong perilaku etis.


      3.  Apa kode etik itu dan bagaimana cara meningkatkan keefektifannya ?
    Jawab : Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional

4.  Bagaimana manajer mengambil keputusan etis ?
Jawab :
Langkah Praktis untuk Pengambilan Keputusan yang Etis :
A. Seleksi dan Penerimaan Karyawan yang Beretika
Sebagai contoh kasus kita biasa lihat; jika anda menemukan sebuah dompet yang berisi $50, apakah anda akan mengembalikan dengan uangnya? Menurut Majalah Reader’s Digest meneliti pertanyaan ini dengan cara meninggalkan 120 dompet. Pada penarika contoh yang terpilih bukan secara ilmiah, yaitu di tiga kota besar, tiga wilayah pinggiran kota, dan tiga kota kecil. Setiap dompet berisikan $50, nama, alamat setempat, foto keluarga, catatan, dan kupon seperti yang bias dijumpai dalam sebuah dompet. Hasilnya 67 persen dari dompet tersebut dikembalikan dengan uang $50. Dompet tersebut lebih banyak dikembalikan oleh wanita (72 %), dari pria (62 %), dan lebih banyak dikembalikan di kota kecil (80 %) daripada di kota besar (70%), pinggir kota (60 %), atau kota menengah (57 %).
Sebagai pengusaha, anda dapat meningkatkan kesempatan untuk menerima karyawan jujur, yang mengembalikan dompet beserta uangnya, jika anda memberika tes kejujuran kepada pelamar kerja. Jenis-jenis Tes Kejujuran :
1.       Tes Kejujuran Terbuka 
Memberikan tes tertulis yang memperkirakan kejujuran karyawan dengan cara bertanya langsung kepada pelamar kerja mengenai apa pendapat atau perasaan mereka tentang pencurian atau tentang hukuman terhadap perilaku yang tidak etis.
2.       Tes Kejujuran berdasarkan Kepribadian 
Tes tertulis yang secara tidak langsung menilai kejujuran karyawan dengan mengukur sifat kejiwaan seperti misalnya ketergantungan dan ketelitian. Sebagai contoh, penghuni penjara dikarenakan kejahatan kerah putih ( pemalsuan, penggelapan, dan penipuan) dinilai lebih rendah dari pada kelompok manajer tingkat menengah dalam hal ukuran kepercayaan, ketergantungan, kejujuran, ketelitian, dan ketaatan. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat menerima karyawan secara selektif dan mempromosikan karyawan yang lebih beretika

      B. Pelatihan Etika
Tujuan dari pelatihan etika adalah :
1.       Membangun kesadaran karyawan tentang etika. Hal ini berarti membantu karyawan mengenali masalah mana yang merupakan masakah etika dan kemudian menghindari pembenaran terhadap perilaku yang tidak etis. Dua perusahaan telah menciptakan permainan lembaga untuk meningkatkan kesadaran akan masalah etika. Citicorp Banks mamiliki suatu permainan yang disebut “Etika Kerja” di mana pemainnya dinilai menang atau kalah, tergantung pada jawaban mereka terhadap pertanyaan mengenai hukum, peraturan, kebijakan, dan pertimbangan.
2.        Untuk memperoleh kepercayaan pada karyawan. Tidak mengherankan jika karyawan menjadi sangat curiga akan alasan manajemen menawarkan pelatiha etika. 
3.       Untuk melatih karyawan suatu model praktis dari pengambilan keputusan yang etis. Suatu model dasar dapat membantu mereka memikirkan akibat dari keputusan mereka bagi orang lain dan mempertimbangkan bagaimana mereka dapat memilih diantara berbagai pemecahan.
Langkah-Langkah Dalam Membuat Keputusan yang Etis :
1.       Menyadari adanya dilemma yang berkaitan dengan etika
2.       Mencari Fakta
3.       Mengidentifikasi Pilihan
4.       Menguji masing-masing pilihan
Apakah tidak melanggar hukum?
Apakah tepat ?
Apakah bermanfaat ?
5.       Memutuskan pilihan yang akan diambil
6.       Melakukan pemeriksaan ulang terhadap keputusan anda:
Bagaimanakah perasaan saya apabila keluarga saya mengetahui keputusan saya? Bagaimanakah perasaan saya seandainya keputusan tersebut disebarluaskan dalam surat kabar setempat ?
7.       Melaksanakan keputusan

5.  Jelaskan factor-faktor yang menetukan intensitas etika dari keputusan ?
Jawab : Para manajer tidak sama dalam memperlakukan semua keputusan etika. Perbedaan keputusan yang akan diperlakukan adalah intensitas etika, yaitu seberapa besar perhatian seseorang pada permasalahan etika. Ketika menghadapi masalah-masalah dengan intensitas etika yang tinggi, manajer lebih berhati-hati atas dampak dari keputusan mereka kepada orang lain. Mereka mungkin memandang keputusan tersebut sebagai keputusan etika atau moral dari pada sekedar keputusan ekonomi. Mereka merasa lebih khawatir dalam melakukan “hal yang benar”.

Intensitas etika tergantung kepada enam factor, yaitu:
1. Besarnya akibat adalah jumalh kerugian atau keuntungan yang dihasilkan dari suatu keputusan etika. Makin banyak orang yang dirugikan atau semakin besar kerugian yang diderita oleh orang-orang itu, maka semakin besar akibatnya.
2. Kesepakatan social adalah kesepakatan apakah suatu perilaku itu baik atau buruk. Sebagai contoh, selain dari tindakan mempertahankan diri, banyak orang belum sepakat apakah membunuh adalah salah. Namun, banyak orang belum sepakat terhadap aborsi atau hukuman mati
3. Kemungkinan akibat adalah kesempatan dimana sesuatu akan terjadi dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Misalnya, kamungkinan akibat adalah rokok. Kita tahu bahwa merokok akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan jantung, penyakit kanker, paru-paru, impotensi, dan gangguan pada janin.
4. Kesiapan sementara adalah waktu diantara tindakan dengan akibat yang ditimbulkannya. Kesiapan sementara lebih kuat apabilamanajer harus memberhentikan karyawan minggu depan dibandingkan dengan tiga bulan kedepan.
5. Kedekatan akibat adalah jarak social, kejiwaan, budaya, atau fisik dari pengambil keputusan dengan mereka yang terkena dampak dari keputusannya.
6. Konsentrasi akibat adalah seberapa besar suatu tindakan mempengaruhi rata-rata orang. Misalnya, menipu 10 investor masing-masing senilai $10.000, menghasilkan konsentrasi akibat yang lebih besar dari pada menipu 100 investor dengan masing-masing senilai $1.000.