Nama : Tiara Emalia
NPM : 26210884
Kelas : 4EB 18
TUGAS ETIKA PROFESI
AKUNTANSI
1.
Jelaskan bagaimana audit social independen dan mekanisme perlindungan
formal dapat mendorong perilaku etis ?
Jawab
:
Auditor Independen atau Akuntan
Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka,
yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga
perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba.
Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan
Publik (KAP). http://id.wikipedia.org/wiki/Auditor#Jenis_Auditor
Mekanisme Perlindungan Formal
Organisasi
disarankan menyediakan mekanisme formal untuk melindungi karyawan yang mengalami dilema etis agar mereka dapat
melakukan hal yang benar tanpa merasakan takut
akan dipermalukan di depan umum.
2.
Jelaskan tahapan pengembangan moral Lawrence
Kohlberg ?
Jawab :
Dalam penelitiannya Lawrence
Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses
berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu
diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga
“tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. ketiga “tingkat” itu
adalah tingkat prakonvensional,konvensional dan pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional sering
kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik
dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman,
ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan
peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini
biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua
atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan
sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada
tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan
dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat
yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan
tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan
tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan
oleh dorongan utama menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang
memiliki validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau
pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si
individu dengan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat
ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral
yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok
atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Pada
tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap I
Orientasi
hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa
hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik
tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan
sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi
relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan
yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang
kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di
tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan
pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis,
timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan
menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa
terima kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional kita
menemukan:
Tahap 3
Orientasi
kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi
”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau
membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak
konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap
tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali
dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya
menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari
persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum
dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan
pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas,
memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan
sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat
dengan berperilaku menurut kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional kita
melihat:
Tahap 5
Orientasi
kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial,
umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar
cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah
diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang
jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu
tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa
yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah
merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan
atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum
berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya
beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar
bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat
unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat
dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi
Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati
dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham
logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat
abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah
prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak
asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person
individual.
3.
Jelaskan pendekatan “Wortel dan Tongkat
atau “ The Carrot and Stick Concept” ?
Jawab
:
Pendekatan Wortel dan Tongkat
Teori wortel dan tongkat tentang
motivasi (seperti teori fisika Newton) berlaku dengan baik di bawah situasi
tertentu. Alat pemuas kebutuhan psikologi manusia dan dalam batas tertentu
kebutuhan keamanan dapat disediakan atau tidak diberikan oleh manajemen.
Pekerjaan itu juga merupakan alat demikian juga uaph kerja, kondisi kerja dan
keuntungan. Dengan alat-alat tersebut individu dapat dikendalikan selama dia
berusaha untuk mencari nafkah.
Tetapi teori wortel dan tongkat
tidak berlaku sekaligus jika seseorang telah mencapai level penghidupan yang
cukup dan termotivasi akan kebutuhan pada level yang lebih tinggi. Manajemen
tidak dapat menyedia kanrasa hormat pada diri untuk seseorang, atau rasa hormat
dari kelompoknya atau pemuasan kebutuhan akan pemenuhan diri. Ini dapat
menciptakan suatu kondisi dimana dia didorong untuk mencari pemuasan bagi
dirinya sendiri atau ini dapat menghalanginya dengan gagalnya terciptanya
kondisi itu.
4.
Carilah beberapa contoh perilaku tidak
etis minimal 5 ?
Jawab
:
1) Menggunakan perangkat
komputer untuk membuat kesaksian palsu.
2) Menggunakan atau menyalin
perangkat lunak yang belum dibayar.
3) Menggunakan sumber daya
komputer orang lain tanpa otorasi
4) Mengambil hasil
intelektual orang lain untuk diri kita sendiri atau orang lain
5) Tidak memikirkan akibat
sosial dari program yang kita tulis.
6) Tidak menggunakan
komputer dengan cara yang menunjukan tenggang rasa.
5.
Apa yang dimaksud dengan :
a. Penyimpang
ditempat kerja
b. Penyimpang
hak milik
c. Penyimpang
politik
d. Penyimpang
produksi
Jawab
;
a. Penyimpangan di tempat kerja
Penyimpangan di tempat kerja adalah
perilaku tidak etis yang melanggar norma-norma organisasi mengenai benar atau
salah. Terdapat 4 jenis penyimpangan di tempat kerja, antara lain:
b. Penyimpangan produksi
Perilaku tidak etis dengan merusak mutu
dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang lebih awal, beristirahat lebih
lama, sengaja bekerja lamban, sengaja membuang-buang sumber daya.
c. Penyimpangan
hak milik
Perilaku
tidak etis terhadap harta milik perusahaan. Misalnya: menyabot, mencuri atau
merusak peralatan, mengenakan tarif jasa yang lebih tinggi dan mengambil
kelebihannya, menipu jumlah jam kerja, mencuri dari perusahaan lain.
d. Penyimpangan politik
Yaitu
menggunakan pengaruh seseorang untuk merugikan orang lain dalam perusahaan.
Misalnya: mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih dan bukan kinerja,
menyebarkan kabar burung tentang rekan kerja, menuduh orang lain atas kesalahan
yang tidak dibuat.