Nama : Tiara Emalia
Kelas : 4 EB 18
NPM : 262610884
2.
Penerapan IFRS di Indonesia
2.a
Pembahasan
Pengadopsian standar
akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestic bertujuan
menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi,
persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai
perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat
akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan
menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan
lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva,
hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan
Saat ini Indonesia belum
melakukan adopsi secara penuh terhadap standar akuntansi keuangannya.
Diharapkan pada tahun 2012 Indonesia telah secara penuh melakukan adopsi secara
full dan pada tahun 2010 khususnya untuk perbankan. Saat ini harmonisasi standar
akuntansi internasional menjadi isu hangat karena berhubungan erat dengan
globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. Globalisasi bisnis tampak
dari kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan munculnya perusahaan
multinasional. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar
akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Akuntansi sebagai penyedia
informasi bagi pengambilan keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi
oleh lingkungan bisnis yang terus menerus berubah karena adanya globalisasi.
Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda antar
negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan harmonisasi standar akuntansi di
seluruh dunia.
IFRS (Internasional
Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untukmemperkuat arsitektur keungan global dan
mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi
keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk
periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi
berkualitas tinggi yang:
a) Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan
dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
b) Menyediakan titik awal yang memadai untuk
akuntansi yang berdasarkan pada
IFRS.
c) Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak
melebihi manfaat untuk para
pengguna
Saat
ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara
penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang
dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena
itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan
selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut. Posisi
IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009
dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga
31 Desember 2008
1. IAS 2 Inventories
2. IAS 10 Events after balance sheet date
3. IAS 11 Construction contracts
4. IAS 16 Property, plant and equipment
5. IAS 17 Leases
6. IAS 18 Revenues
7. IAS 19 Employee benefits
8. IAS 23 Borrowing costs
9. IAS 32 Financial instruments: presentation
10. IAS 39 Financial instruments: recognition and
measurement
11. IAS 40 Investment propert
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada
Tahun 2009
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 4 Insurance contracts
3. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued
operations
4. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral
resources
5. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
6. IAS 1 Presentation of financial statements
7. IAS 27 Consolidated and separate financial
statements
8. IAS 28 Investments in associates
9. IFRS 3 Business combination
10. IFRS 8 Segment reporting
11. IAS 8 Accounting policies, changes in
accounting estimates and errors
12. IAS 12 Income taxes
13. IAS 21 The effects of changes in foreign
exchange rates
14. IAS 26 Accounting and reporting by retirement
benefit plans
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and
contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada
Tahun 2010
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 20 Accounting for government grants and
disclosure of government assistance
3. IAS 24 Related party disclosures
4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary
economies
5. IAS 33 Earning per share
6. IAS 34 Interim financial reporting
7. IAS 41 Agriculture
Untuk
hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus
mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia,
terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin
berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk
akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual.
Manfaat
Penerapan IFRS
·
meningkatkan
kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
·
mengurangi biaya
SAK.
·
meningkatkan
kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
·
meningkatkan
komparabilitas pelaporan keuangan.
·
meningkatkan
transparansi keuangan.
·
menurunkan biaya
modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
·
meningkatkan
efisiensi penyusunan laporan keuangan.
2.b Ruang Lingkup
Dampak langsung dari penerapan IFRS
adalah adanya suatu ketentuan-ketentuan baru dalam penyusunan laporan keuangan.
Dampak tersebut antara lain:
·
Memperkenalkan
konsep“Other Comprehensive Income didalam labarugi komprehensif”
·
Perubahan
definisi-definisi akun-akun dalam laporan keuangan
·
Pos Luar Biasa
tidak lagi diperbolehkan.
·
Perubahan
nama“laporankeuangan” menjadi“statement of financial position”, “statement of
comprehensive income, and “statement of other comprehensive income”.
Oleh sebab itu
dalam Pertamina sendiri ada beberapa isu untuk dikaji lebih dalam lagi sehingga
diharapkan akan memperoleh pemecahan masalah.
Penerapan
Akuntansi Aktiva Tetap (PSAK 16) tentang perlunya pengaturan informasi “Fair
Value” dan “Residual Value” Nilai
wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar
pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham
(knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length
transaction).
Nilai
residu (residual value) adalah jumlah yag diperkirakan akan diperoleh entitas
saat ini dari pelepasan asset, setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan, jika
asset tersebut telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur
manfaatnya. Di dalam PSAK 16 yang
dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan
dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk direntalkan kepada pihak
lain, atau untuk tujuan administrative dan diharapkan untuk digunakan
selama lebih dari satu periode.
Di
dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap
memakai fair value accounting ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai
berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat
menerapkan fair value accounting dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and
Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun
2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini fair value
accounting belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika
ketentuan pemerintah mengijinkan.
Sebelum
adanya PSAK 16 Revisi 2007, semua perusahaan di Indonesia mencatat akuntansi
untuk aset tetapnya dengan menggunakan model biaya historis. Pada dasarnya
perlakuan awal untuk aset tetap yang disajikan pada harga wajarnya dengan
menggunakan model revaluasian sesuai PSAK 16 revisi 2007 adalah sama dengan
perlakuan awal dengan menggunakan model biaya. Perbedaan perlakuan terdapat
pada saat pengukuran sesudah tanggal perolehan. Didalam model biaya historis
pengukuran setelah perolehan dilakukan dengan menentukan nilai buku aset tetap.
Di dalam perlakuan akuntansi dengan model revaluasi menurut
PSAK 16 Revisi 2007, secara garis besar perlakuan
tersebut sama. Titik utama perbedaannya terletak pada penentuan total nilai
perolehan dari aset yang bersangkutan dan akumulasi depresiasi yang dimiiki.
Di
dalam akuntansi dengan model revaluasi, nilai perolehan dan akumulasi
depresiasi dapat berubah. Perubahan tersebut adalah perubahan yang disebabkan
karena adanya penilaian kembali aset tetap. Nilai perolehan aset yang dicatat
di dalam neraca perusahaan akan berubah seiring dengan perubahan nilai wajar
aset tetap yang diketahui dengan melakukan penilaian kembali. Akumulasi
depresiasi sendiri akan mengikuti perubahan akibat penilaian kembali tersebut.
Konsep
fair value tidak hanya berlaku untuk menghitung nilai perolehan asset tetap
tetapi juga untuk menghitung nilai residu asset tetap. Paragraf 54 PSAK 16
(Revisi 2007) menjelaskan bahwa nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap
harus direview minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata hasil
review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus
diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25
tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan
Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. (The residual value and the useful life of an asset
shall be reviewed at least at each financial year-end and, if expectations
differ from previous estimates, the change(s) shall be accounted for as a
change in an accounting estimate in accordance with IAS 8 Accounting Policies,
Changes in Accounting Estimates and Errors – IAS 16 Property, Plant and
Equipment Par. 51).
Perubahan
terhadap pengukuran aktiva tetap menggunakan fair value accounting menyebabkan
perlunya perubahan terhadap sistem informasi yang digunakan dalam perusahaan.
Dalam hal penerapan fair value accounting di Pertamina sebagai konvergensi
IFRS, langkah awal yang dilakukan Pertamina adalah melakukan perubahan sistem
informasi (business process reengineering) dari SAP (system analysis and
program development) menjadi MySAP. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan sistem
informasi yang dimiliki Pertamina saat ini yang berbasis PSAK dengan IFRS.
Perubahan sistem informasi untuk menyesuaikan bisnis proses yang sesuai dengan
IFRS ini memerlukan proses yang cukup panjang. Proses perubahan sistem
informasi ini dimulai pada tahun 2010 dan diharapkan selesai 2011 sehingga
dapat digunakan pada awal tahun 2012 sebagai sistem informasi yang yang
mendukung bisnis proses yang sesuai dengan IFRS.
2.c Kesimpulan
2.c Kesimpulan
Konvergensi
IFRS menimbulkan banyak dampak dalam penyusunan laporan keuangan baik dalam
nama laporan keuangan sampai pada konsep pengukuran akun-akun yang ada dalam
laporan keuangan. Perubahan pengukuran menjadi pengukuran berbasis nilai wajar
(fair value accounting) memerlukan pemahaman yang baik dari manajemen tentang
konsep fair value accounting sehingga dapat memilih kebijakan akuntansi dan
keputusan bisnis yang tepat. Dalam artikel ini perubahan pengukuran berbasis
nilai wajar (fair value accounting) yang merupakan dampak dari konvergensi IFRS
dilakukan perubahan pula terhadap sistem informasi (business process
reengineering) yang berlangsung di Pertamina agar sesuai dan mendukung
konvergensi terhadap IFRS.
Sumber :