Nama : Tiara Emalia
Kelas : 4 EB18
NPM : 26210884
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
1. Apa yang dimaksud dengan etika ?
Jawab : Etika merupakan
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di
lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau
pola tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia . Dengan adanya
etika pergaulan dalam masyarakat akan terlihat baik dan buruknya. Etika
bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Etika
diartikan ”sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup
manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dan didasari
pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan”
Etik ialah
suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah
disiplin yang mempelajari tentang baik dan buruk sikap tindakan manusia. Etika
merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik
atau tidak.
Menurut bahasa,
Etik diartikan sebagai :YUNANI áEthos, kebiasaan atau tingkah laku,
INGGRIS á Ethis, tingkah laku / perilaku manusia yang baik → tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral
pada umumnya.
Sedangkan dalam
koteks lain secara luas dinyatakan bahwa : ETIK adalah aplikasi dari proses dan
teori filsafat moral terhadapkenyataan yang sebenarnya. Hal ini berhubungan
dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep yang membimbing makhluk hidup dalam
berpikir dan bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka.
2. Bagaimanakah
tahap perkembangan moral ,karakteristik individu dan variable structural mempengaruhi
keputusan manajer untuk berperilaku etis dan tidak etis ?
Jawab :
Tahap-tahap Moral
Pada tingkat prakonvensional kita
menemukan:
Tahap I – Orientasi hukuman dan kepatuhan:
Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan
yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai
manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2 – Orientasi relativis-intrumental:
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan
kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan
antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur
kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu
selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika
anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal
kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional kita
menemukan:
Tahap 3 – Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi
”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku
yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka.
Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa
yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku
kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama
kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari
persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4 – Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi
kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial.
Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat
terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata
aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut
kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional kita
melihat:
Tahap 5 – Orientasi kontrak sosial legalistis:
Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan
utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak
bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh
seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesedaran yang jelas mengenai relativisme
nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang
sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara
konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai”
dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan
legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinanperubahan hukum
berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya
beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar
bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat
unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat
dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6 – Orientasi Prinsip Etika Universal:
Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih
sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan
konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas,
kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal
mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa
hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.
Sumber : http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=718
Saat kita
menjalani hidup sehari-hari, kita diarahkan oleh banyak pengaruh. Sebagai warga
masyarakat yang berkesadaran social, kita ingin melakukan apa yang benar secara
moral, etis dan menurut hukum. Kata ethics berasal dari bahasa yunani ethos,
yang berarti karakter. Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai-nilai
yang menegaskan benar atau salah bagi seseorang atau suatu kelompok. Semua
individu termasuk manajer harus bertanggung jawab pada masyarakat atas perilaku
mereka. Untuk itu perilaku yang etis dapat didefinisikan sebagai perilaku yang
memenuhi prinsip-prinsip yang benar dan salah yang telah diterima oleh
masyarakat.
Terdapat
beberapa sumber potensial yang dapat menimbulkan dilemma dalam masalah etika
bagi seorang manajer, antara lain :
1. Diskriminasi, dimana manajer menolak
promosi seseorang atau lamaran kerja calon karyawan dikarenakan ras, agama,
jenis kelamin, umur, dan kriteria-kriteria lain yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan.
2. Pelecehan seksual
3. Konflik kepentingan, misalnya jika
manajer meminta suatu imbalan untuk pengambilan keputusan yang dapat menguntungkan
si pemberi imbalan.
4. Menyalahgunakan kepercayaan
konsumen, misalnya manajer memiliki informasi tertentu tentang konsumen dan
membaginya dengan orang lain.
5. Manajer menggunakan fasilitas kantor
untuk kepantingan pribadi
Variabel-variabel
structural
Desain struktural sebuah organisasi menolong membentuk
perilaku moral manajer-manajernya. Struktur-struktur tertentu
memberikan bimbingan kuat, sementara struktur-struktur lain hanya menciptakan
ketidakjelasan bagi para manajer. Desain-desain struktural yang meminimalkan
ketidakjelasan dan terus-menerus mengingatkan para manajer tentang apa yang
“etis” lebih cenderung mendorong perilaku etis.
Sumber : http://manajemenkelompoktiga.blogspot.com/2010/03/makalah-mengelola-etika-dan-tanggung.html
3. Apa kode etik itu dan bagaimana cara
meningkatkan keefektifannya ?
Jawab
: Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah
disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk
dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak
berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman
berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang
tidak profesional
4. Bagaimana
manajer mengambil keputusan etis ?
Jawab :
Langkah Praktis
untuk Pengambilan Keputusan yang Etis :
A. Seleksi dan Penerimaan Karyawan yang Beretika
Sebagai contoh
kasus kita biasa lihat; jika anda menemukan sebuah dompet yang berisi $50,
apakah anda akan mengembalikan dengan uangnya? Menurut Majalah Reader’s Digest
meneliti pertanyaan ini dengan cara meninggalkan 120 dompet. Pada penarika
contoh yang terpilih bukan secara ilmiah, yaitu di tiga kota besar, tiga
wilayah pinggiran kota, dan tiga kota kecil. Setiap dompet berisikan $50, nama,
alamat setempat, foto keluarga, catatan, dan kupon seperti yang bias dijumpai
dalam sebuah dompet. Hasilnya 67 persen dari dompet tersebut dikembalikan
dengan uang $50. Dompet tersebut lebih banyak dikembalikan oleh wanita (72 %),
dari pria (62 %), dan lebih banyak dikembalikan di kota kecil (80 %) daripada
di kota besar (70%), pinggir kota (60 %), atau kota menengah (57 %).
Sebagai
pengusaha, anda dapat meningkatkan kesempatan untuk menerima karyawan jujur,
yang mengembalikan dompet beserta uangnya, jika anda memberika tes kejujuran
kepada pelamar kerja. Jenis-jenis Tes Kejujuran :
1. Tes
Kejujuran Terbuka
Memberikan tes tertulis yang memperkirakan kejujuran
karyawan dengan cara bertanya langsung kepada pelamar kerja mengenai apa
pendapat atau perasaan mereka tentang pencurian atau tentang hukuman terhadap
perilaku yang tidak etis.
2. Tes
Kejujuran berdasarkan Kepribadian
Tes tertulis yang secara tidak langsung menilai
kejujuran karyawan dengan mengukur sifat kejiwaan seperti misalnya
ketergantungan dan ketelitian. Sebagai contoh, penghuni penjara dikarenakan
kejahatan kerah putih ( pemalsuan, penggelapan, dan penipuan) dinilai lebih
rendah dari pada kelompok manajer tingkat menengah dalam hal ukuran
kepercayaan, ketergantungan, kejujuran, ketelitian, dan ketaatan. Hasil ini
menunjukkan bahwa perusahaan dapat menerima karyawan secara selektif dan
mempromosikan karyawan yang lebih beretika
B. Pelatihan Etika
Tujuan dari
pelatihan etika adalah :
1. Membangun
kesadaran karyawan tentang etika. Hal ini berarti membantu karyawan mengenali
masalah mana yang merupakan masakah etika dan kemudian menghindari pembenaran
terhadap perilaku yang tidak etis. Dua perusahaan telah menciptakan permainan
lembaga untuk meningkatkan kesadaran akan masalah etika. Citicorp Banks
mamiliki suatu permainan yang disebut “Etika Kerja” di mana pemainnya dinilai
menang atau kalah, tergantung pada jawaban mereka terhadap pertanyaan mengenai
hukum, peraturan, kebijakan, dan pertimbangan.
2.
Untuk memperoleh kepercayaan pada karyawan.
Tidak mengherankan jika karyawan menjadi sangat curiga akan alasan manajemen
menawarkan pelatiha etika.
3. Untuk
melatih karyawan suatu model praktis dari pengambilan keputusan yang etis.
Suatu model dasar dapat membantu mereka memikirkan akibat dari keputusan mereka
bagi orang lain dan mempertimbangkan bagaimana mereka dapat memilih diantara
berbagai pemecahan.
Langkah-Langkah
Dalam Membuat Keputusan yang Etis :
1. Menyadari
adanya dilemma yang berkaitan dengan etika
2. Mencari
Fakta
3. Mengidentifikasi
Pilihan
4. Menguji
masing-masing pilihan
Apakah tidak melanggar
hukum?
Apakah tepat ?
Apakah
bermanfaat ?
5. Memutuskan
pilihan yang akan diambil
6. Melakukan
pemeriksaan ulang terhadap keputusan anda:
Bagaimanakah
perasaan saya apabila keluarga saya mengetahui keputusan saya? Bagaimanakah
perasaan saya seandainya keputusan tersebut disebarluaskan dalam surat kabar
setempat ?
7. Melaksanakan
keputusan
Sumber : http://manajemenkelompoktiga.blogspot.com/2010/03/makalah-mengelola-etika-dan-tanggung.html
5. Jelaskan factor-faktor
yang menetukan intensitas etika dari keputusan ?
Jawab : Para manajer tidak sama dalam
memperlakukan semua keputusan etika. Perbedaan keputusan yang akan diperlakukan
adalah intensitas etika, yaitu seberapa besar perhatian seseorang pada
permasalahan etika. Ketika menghadapi masalah-masalah dengan intensitas etika
yang tinggi, manajer lebih berhati-hati atas dampak dari keputusan mereka
kepada orang lain. Mereka mungkin memandang keputusan tersebut sebagai
keputusan etika atau moral dari pada sekedar keputusan ekonomi. Mereka merasa
lebih khawatir dalam melakukan “hal yang benar”.
Intensitas
etika tergantung kepada enam factor, yaitu:
1. Besarnya akibat adalah jumalh kerugian atau
keuntungan yang dihasilkan dari suatu keputusan etika. Makin banyak orang yang
dirugikan atau semakin besar kerugian yang diderita oleh orang-orang itu, maka
semakin besar akibatnya.
2. Kesepakatan social adalah kesepakatan apakah
suatu perilaku itu baik atau buruk. Sebagai contoh, selain dari tindakan
mempertahankan diri, banyak orang belum sepakat apakah membunuh adalah salah.
Namun, banyak orang belum sepakat terhadap aborsi atau hukuman mati
3. Kemungkinan akibat adalah kesempatan dimana
sesuatu akan terjadi dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Misalnya,
kamungkinan akibat adalah rokok. Kita tahu bahwa merokok akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan jantung, penyakit kanker, paru-paru, impotensi,
dan gangguan pada janin.
4. Kesiapan sementara adalah waktu diantara
tindakan dengan akibat yang ditimbulkannya. Kesiapan sementara lebih kuat
apabilamanajer harus memberhentikan karyawan minggu depan dibandingkan dengan
tiga bulan kedepan.
5. Kedekatan akibat adalah jarak social, kejiwaan,
budaya, atau fisik dari pengambil keputusan dengan mereka yang terkena dampak
dari keputusannya.
6. Konsentrasi akibat adalah seberapa besar suatu
tindakan mempengaruhi rata-rata orang. Misalnya, menipu 10 investor
masing-masing senilai $10.000, menghasilkan konsentrasi akibat yang lebih besar
dari pada menipu 100 investor dengan masing-masing senilai $1.000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar