Jumat, 23 Maret 2012
KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_1"
Dalam jaman krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ini maka, persaingan dalam dunia bisnis juga ikut semakin ketat. Adanya persaiangan yang semakin ketat maka banyak pula permasalahan-permasalahan yang terjadi. Untuk menyelesaikan masalah-maslah yang timbul dalam dunia bisnis tersebut maka ditawarkan beberapa alternative yang digunakan dan dari setiap alternative tersebut ada kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Penyelesaian sengketa dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
1. Penyelesaian sengketa pengadilan
2. Penyelesaian sengketa non-pengadilan.
· Negoisasi dan ADR
· Arbitrase
Pengadilan
1. Dalam pengadilan pengambilan putusan lama menyebabkan pngambilan putusan kurang efektif.
2. Menyebabkan turunnya citra perusahaan.
Negoisasi dan ADR
1. Tidak ada pihak yang merasa dirugikan baik dari masyarakat maupun dari pengusaha.
2. Dari masing-masing pihak merasa di untungkan oleh win-win karena cara penyelesaian masalah sengketa dilakukan dengan kesepakatan dari masing-masing pihak.
Arbitrase
1. Penyelesaian sengketa lewat arbitrase dala pengambilan keputusannya lebih cepat.
2. Citra perusahaan tidak mengalami penurunan.
3. Tetapi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase mempunyai kelemahan karena hasil putusan yang diperoleh tidak ada perlindungan dari hukum lagi.
Dalam penyelesaian sengketa di bidang ekonomi dan keuangan ada 4 (empat) cara yang digunakan:
1. Masalah penghormaan terhadap hukum . Penyelesaian sengketa lewat hukum kurang efektif karena penghormatan terhadap hukum masih sangat tipis dan adanya ketidak percayaan dari masing-masing pihak.
2. Kepastian hukum . Yaitu belum adanya jaminan hukum yang jelas dan masalah baru dianggap gawat kalau darurat.
3. Kewenangan dan putusan badan arbitrase ,99% dari badan hukum Indonesia belum begitu mengenal penyelesaian sengketa melalui kemenangan dan putusan badan arbitrase.
4. Kultur perkara masyarakat . Yaitu keengganan masyarakat untuk tidak mau melaksanakan putusan arbitrase. Selain itu adanya upaya untuk mengulur-ulur waktu sebagai taktik untuk tidak melaksanakan kewajibannya.
Kesalahan mendasar bagi warga Indonesia dalam membuat perjanjian adalah kurangnya memperhatikan isi klausul dalam perjanjian sehingga menimbulkan sengketa diakhir cerita. Hal ini wajar terjadi karena beberapa faktor, selain banyak orang yang memang awam tentang hukum perjanjian dan awam tentang pembuatan klausul, ada juga yang terlalu menganggap remeh klausul perjanjian. Mereka berpikir bahwa suatu perjanjian jika menemui masalah nanti pada saat jatuh tempo dapat diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan.Perlu diadakan sosialisasi tentang pentingnya hukum perjanjian, entah itu klausul, aparat hukum, hingga tingkat penyelesaian jika terjadi sengketa, lalu masyarakat dapat mengetahui kepastian hukum yang terjadi dan batasan-batasan hukum yang ada, sehingga masyarakat dapat menghormati hukum sebagaimana adanya.Menurut saya penyelesaian sengketa yang tepat digunakan di dalam negeri adalah dengan melalui pengadilan, cara ini membuat para pelaku perjanjian berpikir terlebih dahulu sebelum membuat dan menyepakati suatu perjanjian karena penyelesaian sengketa melalui pengadilan menguras banyak waktu, tenaga, dan juga materi yang tak sedikit. Selain itu jika membuat klausul dalam perjanjian akan diperhatikan secara seksama, tidak asal-asalan dan harus membaca isi klausul-klausul dalam perjanjian tersebut. Cara penyelesaian ini secara tidak langsung mengharuskan warga Indonesia mengetahui tentang hukum perjanjian, entah perjanjian regional maupun Internasional, ini membuat warga Indonesia melek hukum. Namun cara ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai elemen hukum. Salah satunya adalah aparat penegak hukum, seperti Hakim. Tidak dipungkiri yang berperan besar dalam suatu pengadilan adalah seorang hakim. Seorang hakim harus menguasai setiap kasus yang ditanganinya, harus obyektif atau tidak memihak salah satu pihak saja, berpengetahuan luas tentang hukum terkini atau tentang peraturan yang terbaru, hal ini dibutuhkan jika suatu saat pengadilan mengalami sengketa ekonomi internasional. Selain hakim, para pelaku perjanjian harus mempunyai bukti perjanjian tertulis atau akta tertulis, ini memudahkan para hakim dalam menyelesaikan sengketa tersebut, karena terdapat peraturan atau pasal-pasal yang mengatur perjanjian tersebut sehingga, penyelesaian sengketa melalui arbitrase menurut saya kurang tepat dan efisien, walaupun mulai banyak orang yang menggunakan cara ini. Kita tidak mengetahui apakah para arbitor tersebut memang kompeten di bidang mereka. Selain itu peraturan tentang penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase masih dikaji oleh para ahli hukum untuk menemukan pakem peraturan yang dapat mengaturnya secara tepat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar