Jumat, 30 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAINNYA TK_5


Nama : Tiara Emalia
Kelas  : 2EB 18
NPM  : 26210884

Perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh outsourcing

Indikasi lemahnya perlindungan bagi pekerja/buruh terlihat dari problematika outsourcing (alih daya) yang akhir-akhir ini menjadi isu nasional yang actual . Problematika outsourcing memang cukup bervariasi seiring akselerasi penggunanya yang semakin marak dalam dunia usaha sementara regulasi yang belum memadai untuk mengatur outsourcing yang telah berjalan ditengah kehidupan ekonomi dengan hagemoni kapitalisme financial . Problema outsourcing di Indonesia semakin parah seiring dilegalkannya praktik oursourcing dengan undang-undang nomer 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang banyak menuai kontrovesi itu . Ditengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme , pemerintah justru melegalkan praktik oursourcing yang secara ekonomi dan moral merugiksn para buruh . Legalisasi outsourcing memang bermasalah jika ditinjau dari hal berlakunya hukum secara sosiologis yang berintikan pada efektifitas hukum dimana berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan . Nyatanya legalisasi system outsourcing ditolak oleh sebagian besar masyarakat karena bertentangan dengan progesivitas gerakan pekerja dan serikat pekerja/ buruh (SP/SB) yang selama ini menghendaki perbaikan kualitas secara signifikan terhadap pemenuhan standar hak-hak dasar mereka .

Penyelesainnya
Melihat banyaknya celah-celah yang merupakan ketimpangan dalam system hukum ketenagakerjaan disarankan agar pemerintah segera mengadakan pembaruan hukum ketenaga kerjaan dengan merivisi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang inkonsisten dan kontradiksi serta yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman .
Sistem outsourcing yang dilegalisasi berdasarkan undang-undang nomer 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak perlu dihapuskan karena secara ekonomi,politik dan sosiologis kehadiran system outsourcing justru membuka bentuk lapangan usaha baru bagi pegusaha nasional ditengah persaingan ekonomi global .  

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAINNYA TK_4


Nama : Tiara Emalia
Kelas : 2EB 18
NPM : 26210884
Peranan Hukum Dalam Ekonomi Pasar 
Indonesia juga mengalami seperti yang dialami oleh sebagian besar negara berkembang lainnya, meskipun tidak secara tegas pemerintah menyatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu ”penganut” sistem ekonomi pasar, sesungguhnya Indonesia sudah mulai menerapkan sitem ekonomi ini untuk memandu perekonomiannya, sejak terlibat dalam organisasi-organisasi perdagangan dunia baik secara regional maupun multilateral seperti GATT, AFTA, WTO, dan lain-lain. Reorientasi sistem ekonomi ke arah ekonomi pasar juga sebenarnya telah dilakukan sejak diluncurkannya kebijaksanaan-kebijaksanaan deregulasi pada tahun 1983. Dimana  kebijaksanaan deregulasi tersebut bertujuan untuk memperkuat berkerjanya ekonomi pasar di Indonesia. Dalam hal ini Pemerintah mulai mengarahkan pengalokasian segala sumber daya dan harga menurut keinginan dan kehendak pasar. Bahkan lebih jauh menurut Normin S. Pakpahan, selama tiga dasawarsa sejak Pelita I sesungguhnya Indonesia telah menyelenggarakan ekonomi pasar.
Dan kemudian yang terjadi pada sebagian besar negara berkembang ternyata menimpa juga pada Indonesia, dimana sistem ekonomi pasar yang di adopsi Indonesia tidak dapat berkerja secara maksimal seperti yang diharapkan sebelumnya,  hal itu dikarenakan banyaknya kendala internal yang ada pada Indonesia sendiri, yang kemudian membuat perekonomian pasar tidak bisa berjalan secara baik. Sistem ekonomi pasar yang diharapkan dapat menyehatkan perekonomian Indonesia yang terjadi justru sebaliknya sistem ekonomi pasar malahan menyuburkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat  di dalam pasar, dan menyebabkan pasar menjadi semakin tidak efesien.
Tidak berfungsinya sistem ekonomi pasar, juga disebabkan Indonesia sebelumnya tidak tersedia aturan main atau kelembagaan terlebih dahulu di dalam pasar, yang akan mengarahkan perilaku-perilaku pelaku ekonomi di dalam pasar, agar mereka tidak berperilaku menyimpang di dalam pasar, dengan berusaha menghindari terjadinya persaingan yang sehat di antara pelaku ekonomi, dengan maksud agar mereka dapat mengeksploitasi surplus konsumen sebanyak-banyaknya dan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. 
Salah satu kelembagaan non pasar yang diharapkan dapat melindungi pasar agar tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak berujung adalah melalui adanya kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Ketiadaan kelembagaan hukum ekonomi yang kuat diduga sebagai penyebab ekonomi pasar tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Kelembagaan hukum ekonomi yang kuat jika merujuk kepada pendapat dari Prof. Erman Rajagukguk ialah kelembagaan hukum ekonomi yang lebih kurang mampu menciptakan "stability", "predictability" dan "fairness". Selanjutnya dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.
Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti, perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku Pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting, jika sedikit mengutip pendapat Prof. Charles Himawan bahwa adanya badan peradilan yang andal (reliable judiciary) juga sangat menentukan bagi proses hukum terhadap sengketa-sengkata bisnis yang dihadapi oleh pelaku ekonomi.
Dengan proses transplantasi hukum ini diharapkan dapat membuat kelembagaan hukum ekonomi yang ada di Indonesia dapat menjadi lebih modern, dan dapat lebih mengakomodir kebutuhan-kebutuhan masa kini yang terkait dengan aktifitas ekonomi yang belum bisa dipenuhi oleh kelembagaan hukum ekonomi yang ada di Indonesia.  Rendahnya budaya hukum yang berlaku di Indonesia juga berkontribusi bagi tidak berfungsinya ekonomi pasar secara baik. Kurang menghargai kontrak-kontrak yang sudah dibuat di dalam bisnis merupakan salah satu bentuk manifestasi budaya hukum yang tidak baik.
Penyelesaian
Agar dapat ekonomi pasar Indonesia berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih efesien, sangat ditentukan oleh dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Tanpa adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat sulit bagi ekonomi pasar dapat berjalan secara baik.
Ekonomi pasar dengan kelembagaan hukum ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun terkadang perkembangan kelembagaan hukum ekonomi selalu tertinggal dari perkembangan ekonomi pasar. Namun seharusnya kelembagaan hukum ekonomi dapat selalu mengikuti perkembangan ekonomi pasar.

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAINNYA TK_3


Nama : Tiara Emalia
Kelas  : 2EB 18
NPM  : 26210884

Dampak desentralisasi kehutanan terhadap keuangan daerah

Desentralisasi dibidang kehutanan merupakan upaya pelimpahan wewenang dan urusan dari pemerintah pusat kepada kepala daerah provinsi dan kabupaten . Dengan mendekatnya proses pengambilan kebijakan dengan sumber daya dan masyarakat lainnya yang secara langsung mendapatkan dampaknya , diharapkan bisa mewujudkan pengelolaan  hutan lestari , adil dan demokratis serta membantu mengeluarkan masyarakat setempat dari jerat kemiskinan . kebijakan otonomi diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat setempat dalam memperoleh akses dan manfaat sumberdaya hutan .
Contohnya kebijakan era otonomi daerah di kabupaten bulungan belum menunjukan hasil yang diharapkan . Disatu sisi ketidakjelasaan definisi kewenangan administratif dan pemahaman yang belum sama antara pemerintah pusat , provinsi dan kabupaten terhadap desentralisasi cenderung masih menghambat efektivitas pelaksanaan pembangunan kehutanan daerah . Namun demikian , seiring hal tersebut timbul sesuatu kekhawatiran akan semakin luasnya hutan yang terdegadrasi akibat pemanfaatan hutan yang tidak memperhatikan kaidah kelestarian . Walaupun masyarakat setempat adalah sasaran utama dalam pemberdayaan di era otonomi daerah , pada kenyataannya masyarakat setempat belum memperoleh manfaat yang wajar dan berkesinambungan .

Penyelesaian 
Pemerintah seharusnya segera memperjelas kewenangan dan tanggung jawab antara instansi kehutanan ditingkat pusat ,provinsi dan kabupaten . Mekanisme pelaporan dan hirearki pertanggungjawaban dan penilaian berdasar kinerja didalam pengelolaan dan pengurusan hutan perlu dibangun . Selain itu masyarakat local harus dilibatkan dan diberdayakan didalam penyusunan kebijakan . Sebelum kebijakan yang melibatkan dan berdampak pada masyarakat yang dikeluarkan,kemampuan masyarakat dan kemungkinan dampak yang akan muncul perlu lebih diperhatikan dan diantisipasi . Pemerintah harus memperhatikan aturan-aturan mekanisme yang lebih jelas terutama terkait dengan manfaat sumber daya sehingga ada pembagian yang lebih adil antara masyarakat dan mitranya . 

Jumat, 23 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_2"

Nama : Tiara Emalia
Kelas : 2eb 18
NPM : 262610884

 MASALAH KEPAILITAN
Pengertian kepailitan adalah seorang pedagang yang melakukan tindakan tertentu untuk mengelabui pihak kreditornya atau bersembunyi dari kreditor. Sedangkan yang dimaksud dengan utang adalah kewajiban yang dinyatakn atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik mata uang indonesia maupun mata uang negara asing yang langsung atau tidak langsung yang timbul dikemudian hari karena perjanjian atau undang—undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor.
Pihak Pihak yang dapat mengajukan kepailitan adalah Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas, Kejaksaan dapat mengajukan kepailitan untuk kepentingan umum, Debitor merupakan bank sehingga pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan tanggung jawab Bank Indonesia, debitor adalah perusahaan efek, debitor adalah perusahaan asuransi.
Namun selama putusan atas permohinan pernyataan pailit belum ditetapkan maka dapat mengajukan permohonan kepada pengadlan untuk
1.   Meletakkan sita jaminan.
2.   Menunjukkan kurator sementara untuk mengawas
·     Pengelolaan usaha debitor
·  Pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau penggunaan kekayaan debitor dalam kepailitan merupakan kewenangan kurator.

Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Perkara Kepailitan
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab Ketiga mengenai Pengadilan Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan Niaga merupakan diferensiasi atas peradilan umum yang dimungkinkan pembentukanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kekuasaan kehakiman. 
Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang berada di bawah lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas sebagai berikut (Rahayu Hartini, 2008 : 258 ) :
1)Memeriksa dan memutusakan permohonan pernyataan pailit;
2) Memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_1"

Nama : Tiara Emalia
Kelas : 2eb 18
NPM : 262610884
Dalam jaman krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ini maka, persaingan dalam dunia bisnis juga ikut semakin ketat. Adanya persaiangan yang semakin ketat maka banyak pula permasalahan-permasalahan yang terjadi. Untuk menyelesaikan masalah-maslah yang timbul dalam dunia bisnis tersebut maka ditawarkan beberapa alternative yang digunakan dan dari setiap alternative tersebut ada kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Penyelesaian sengketa dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
1.   Penyelesaian sengketa pengadilan
2.   Penyelesaian sengketa non-pengadilan.
·         Negoisasi dan ADR
·         Arbitrase
Pengadilan
1.   Dalam pengadilan pengambilan putusan lama menyebabkan pngambilan putusan kurang efektif.
2.   Menyebabkan turunnya citra perusahaan.
Negoisasi dan ADR
1.   Tidak ada pihak yang merasa dirugikan baik dari masyarakat maupun dari pengusaha.
2.   Dari masing-masing pihak merasa di untungkan oleh win-win karena cara penyelesaian masalah sengketa dilakukan dengan kesepakatan dari masing-masing pihak.
Arbitrase
1.   Penyelesaian sengketa lewat arbitrase dala pengambilan keputusannya lebih cepat.
2.   Citra perusahaan tidak mengalami penurunan.
3.   Tetapi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase mempunyai kelemahan karena hasil putusan yang diperoleh tidak ada perlindungan dari hukum lagi. 
Dalam penyelesaian sengketa di bidang ekonomi dan keuangan ada 4 (empat) cara yang digunakan:
1.   Masalah penghormaan terhadap hukum . Penyelesaian sengketa lewat hukum kurang efektif karena penghormatan terhadap hukum masih sangat tipis dan adanya ketidak percayaan dari masing-masing pihak.
2.   Kepastian hukum . Yaitu belum adanya jaminan hukum yang jelas dan masalah baru dianggap gawat kalau darurat.
3.   Kewenangan dan putusan badan arbitrase ,99% dari badan hukum Indonesia belum begitu mengenal penyelesaian sengketa melalui kemenangan dan putusan badan arbitrase.
4.   Kultur perkara masyarakat . Yaitu keengganan masyarakat untuk tidak mau melaksanakan putusan arbitrase. Selain itu adanya upaya untuk mengulur-ulur waktu sebagai taktik untuk tidak melaksanakan kewajibannya.
Kesalahan mendasar bagi warga Indonesia dalam membuat perjanjian adalah kurangnya memperhatikan isi klausul dalam perjanjian sehingga menimbulkan sengketa diakhir cerita. Hal ini wajar terjadi karena beberapa faktor, selain banyak orang yang memang awam tentang hukum perjanjian dan awam tentang pembuatan klausul, ada juga yang terlalu menganggap remeh klausul perjanjian. Mereka berpikir bahwa suatu perjanjian jika menemui masalah nanti pada saat jatuh tempo dapat diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan.Perlu diadakan sosialisasi tentang pentingnya hukum perjanjian, entah itu klausul, aparat hukum, hingga tingkat penyelesaian jika terjadi sengketa, lalu masyarakat dapat mengetahui kepastian hukum yang terjadi dan batasan-batasan hukum yang ada, sehingga masyarakat dapat menghormati hukum sebagaimana adanya.Menurut saya penyelesaian sengketa yang tepat digunakan di dalam negeri adalah dengan melalui pengadilan, cara ini membuat para pelaku perjanjian berpikir terlebih dahulu sebelum membuat dan menyepakati suatu perjanjian karena penyelesaian sengketa melalui pengadilan menguras banyak waktu, tenaga, dan juga materi yang tak sedikit. Selain itu jika membuat klausul dalam perjanjian akan diperhatikan secara seksama, tidak asal-asalan dan harus membaca isi klausul-klausul dalam perjanjian tersebut. Cara penyelesaian ini secara tidak langsung mengharuskan warga Indonesia mengetahui tentang hukum perjanjian, entah perjanjian regional maupun Internasional, ini membuat warga Indonesia melek hukum. Namun cara ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai elemen hukum. Salah satunya adalah aparat penegak hukum, seperti Hakim. Tidak dipungkiri yang berperan besar dalam suatu pengadilan adalah seorang hakim. Seorang hakim harus menguasai setiap kasus yang ditanganinya, harus obyektif atau tidak memihak salah satu pihak saja, berpengetahuan luas tentang hukum terkini atau tentang peraturan yang terbaru, hal ini dibutuhkan jika suatu saat pengadilan mengalami sengketa ekonomi internasional. Selain hakim, para pelaku perjanjian harus mempunyai bukti perjanjian tertulis atau akta tertulis, ini memudahkan para hakim dalam menyelesaikan sengketa tersebut, karena terdapat peraturan atau pasal-pasal yang mengatur perjanjian tersebut sehingga, penyelesaian sengketa melalui arbitrase menurut saya kurang tepat dan efisien, walaupun mulai banyak orang yang menggunakan cara ini. Kita tidak mengetahui apakah para arbitor tersebut memang kompeten di bidang mereka. Selain itu peraturan tentang penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase masih dikaji oleh para ahli hukum untuk menemukan pakem peraturan yang dapat mengaturnya secara tepat.